3 Alasan Seorang Katolik Berlutut Ketika Masuk Gereja
Oleh Romo Mike Schmitz
BERLUTUT - (Sumber:findinggodwithin.org) Pernahkan Anda memerhatikan beberapa
orang ketika masuk gereja, berjalan masuk ke dalam sebuah gereja
Katolik, dan sebelum mereka menuju tempat duduk, mereka melakukan
gerakan berlutut? Atau semacam gerakan setengah berlutut yang
tergesa-gesa kemudian masuk ke tempat duduk. Beberapa orang, mereka
berhenti dan merendahkan diri sampai berlutut. Ya, itulah yang kami
harapkan. Gerakan setengah berlutut itu mungkin suatu usaha untuk
berlutut.
Ketika Anda masuk ke dalam gereja, tepat
sebelum masuk ke tempat duduk, Anda biasanya berlutut dengan satu kaki.
Apa artinya? Suatu pertanyaan bagus.
Berlutut (genuflection) berasal dari dua suku kata bahasa Latin yang digabungkan yaitu genu- dan -flection atau semacam itu (tepatnya genu dan flectere). Genu artinya “lutut” dan flectere artinya “menekuk” jadi sederhananya “menekuk lutut.”
Jadi ketika Anda masuk ke gereja sebelum
menuju tempat duduk, kami berlutut – menekuk lutut, terhadap tabernakel,
terhadap Yesus sendiri dalam tabernakel. Nah, jika Anda memasuki gereja
yang tidak memiliki tabernakel tetapi memiliki altar tepat di depannya,
pada kasus ini Anda bisa MEMBUNGKUK, karena kita membungkuk kepada
altar yang merupakan simbol dari Yesus.
Ekaristi bukanlah sebuah simbol akan
Yesus. Ekaristi ADALAH Yesus, jadi kita sepenuhnya berlutut bagi-Nya.
Mengapa beberapa orang sepertinya melakukan gerakan setengah berlutut
dan beberapa orang lagi sangat mengetahui apa yang mereka lakukan? Saya
kira mereka tidak mengetahui apa yang mereka lakukan. Jadi apa maksud di
balik berlutut itu?
Saya berkata tentang sesuatu yang tubuh
saya lakukan terhadap Allah dalam tabernakel, berkata tentang sesuatu
dengan tubuh kita terhadap Yesus dalam Ekaristi. Apa yang saya katakan?
Saya berkata sedikitnya satu hal dari tiga hal, mungkin ketiga hal itu
pada saat yang bersamaan.
Pertama, berlutut dengan
menekukan lutut kita, adalah tindakan kerendahan hati. Kasarnya
demikian, “OK, Yesus dalam Ekaristi adalah Allah. Saya bukanlah allah.”
Dan pada saat itu kita berkesempatan untuk merendahkan diri sampai
berlutut seperti seorang hamba di hadapan rajanya, seperti seserang di
hadapan Tuhannya, dan berkata, “Engkaulah Allah, Engkaulah Tuhan.” Jadi,
ketika berlutut di depan tabernakel, apa yang kita katakan adalah,
“Engkaulah Allah, bukan saya.” Itulah sikap kerendahan hati, sekaligus
sikap dari tindakan kita. Itulah sikap dari komitmen diri kita sendiri
terhadap pelayanan kepada Tuhan, dan yang saya maksudkan adalah kembali
ke masa lalu, ketika para ksatria berjanji untuk melayani rajanya, apa
yang mereka lakukan adalah mereka berlutut, secara hakikatnya mereka
bertekuk lutut di hadapan raja sambil berkata, “Saya menjanjikan
pedangku kepadamu.” Dan inilah yang saya pikir sebagai hal yang luar
biasa dalam film “The Lord of the Rings,” ingat ketika mereka
berada di Rivendell, dan mereka menemukan cincinnya, dan kita harus
menghancurkannya di Mordor dan siapa yang akan melakukannya? Kemudian
Frodo berkata, “Baik, saya akan melakukannya walaupun saya tidak tahu
caranya. Saya tidak tahu bagaimana caranya ke sana.” Jika dia pergi
sendiri, dia akan mati. Aragorn berlutut di hadapan Frodo dan berkata,
“Jika dengan hidup dan matiku saya dapat membantumu menyelesaikan tugas
ini, maka Anda memiliki pedang saya.” Dia berlutut. Jadi yang pertama
adalah kerendahan hati, tepat di hadapan Yesus dalam Ekaristi.
Alasan kedua adalah
“Saya siap melayani-Mu.” Apa yang Anda katakan ketika Anda berlutut
ketika memasuki gereja dan ketika keluar dari gereja adalah, “Tuhan
Yesus jika dengan hidup dan matiku, saya bisa membantu Engkau untuk
menuntaskan tugas yaitu misi-Nya untuk menebus dunia, membawa terang ke
kegelapan, membawa harapan kepada mereka yang putus asa, membawa
pemulihan kepada yang hancur, maka Engkau mempunyai hidupku.” Jadi, yang
pertama adalah gerakan ungkapan kerendahan hati. Yang kedua adalah
gerakan untuk melayani,
Yang ketiga adalah
gerakan kasih, pikirkanlah hal ini: dalam kebudayaan kita kapankan
seorang pria muda akan berlutut di hadapan seorang wanita yang ia
cintai? Yaitu ketika dia melamarnya, ketika dia berkata, “Bersediakah
kamu menerima saya sebagai suamimu untuk seumur hidupmu?” atau
“Bersediakah kamu memberi kehormatan bagi saya untuk menghormati dan
mencintaimu untuk seumur hidupku?” Ketika Anda memasuki gereja dan
meninggalkan gereja, ketika berlutut di hadapan Yesus dalam Ekaristi.
Yang anda katakan, bukan hanya tindakan kerendahan hati dan tindakan
melayani. Tapi juga tindakan kasih. Yesus, saya mengasihimu. Bolehkah
saya mengasihimu dengan segenap hidupku? Ketika Anda berlutut, yang kita
katakan, “Engkaulah Allah, bukan saya.” Apa yang kita katakan, “Yesus,
jika dengan hidup atau matiku, saya bisa membantu Engkau menuntaskan
misi-Mu menebus dunia, maka pergunakanlah saya.” Dan nomor tiga, Yesus
saya mengasihimu. Biarkan saya mengasihimu segenap hidupku.
Jadi ketika kita mengetahui apa di balik
gerakan-gerakan selama Misa, maka akan mengubah segalanya. Melakukan
gerakan yang sama, namun bukan lagi melakukannya dengan gerakan saja,
tapi melakukan gerakan yang bermakna.
Sumber: “3 Reasons Catholics Genuflect” dengan sedikit penyesuaian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar