Selasa, 23 Oktober 2018

3 Alasan Seorang Katolik Berlutut Ketika Masuk Gereja


Oleh Romo Mike Schmitz


BERLUTUT - (Sumber:findinggodwithin.org) Pernahkan Anda memerhatikan beberapa orang ketika masuk gereja, berjalan masuk ke dalam sebuah gereja Katolik, dan sebelum mereka menuju tempat duduk, mereka melakukan gerakan berlutut? Atau semacam gerakan setengah berlutut yang tergesa-gesa kemudian masuk ke tempat duduk. Beberapa orang, mereka berhenti dan merendahkan diri sampai berlutut. Ya, itulah yang kami harapkan. Gerakan setengah berlutut itu mungkin suatu usaha untuk berlutut.
Ketika Anda masuk ke dalam gereja, tepat sebelum masuk ke tempat duduk, Anda biasanya berlutut dengan satu kaki. Apa artinya? Suatu pertanyaan bagus.
Berlutut (genuflection) berasal dari dua suku kata bahasa Latin yang digabungkan yaitu genu- dan -flection atau semacam itu (tepatnya genu dan flectere). Genu artinya “lutut” dan flectere artinya “menekuk” jadi sederhananya “menekuk lutut.”
Jadi ketika Anda masuk ke gereja sebelum menuju tempat duduk, kami berlutut – menekuk lutut, terhadap tabernakel, terhadap Yesus sendiri dalam tabernakel. Nah, jika Anda memasuki gereja yang tidak memiliki tabernakel tetapi memiliki altar tepat di depannya, pada kasus ini Anda bisa MEMBUNGKUK, karena kita membungkuk kepada altar yang merupakan simbol dari Yesus.
Ekaristi bukanlah sebuah simbol akan Yesus. Ekaristi ADALAH Yesus, jadi kita sepenuhnya berlutut bagi-Nya. Mengapa beberapa orang sepertinya melakukan gerakan setengah berlutut dan beberapa orang lagi sangat mengetahui apa yang mereka lakukan? Saya kira mereka tidak mengetahui apa yang mereka lakukan. Jadi apa maksud di balik berlutut itu?
Saya berkata tentang sesuatu yang tubuh saya lakukan terhadap Allah dalam tabernakel, berkata tentang sesuatu dengan tubuh kita terhadap Yesus dalam Ekaristi. Apa yang saya katakan? Saya berkata sedikitnya satu hal dari tiga hal, mungkin ketiga hal itu pada saat yang bersamaan.
Pertama, berlutut dengan menekukan lutut kita, adalah tindakan kerendahan hati. Kasarnya demikian, “OK, Yesus dalam Ekaristi adalah Allah. Saya bukanlah allah.” Dan pada saat itu kita berkesempatan untuk merendahkan diri sampai berlutut seperti seorang hamba di hadapan rajanya, seperti seserang di hadapan Tuhannya, dan berkata, “Engkaulah Allah, Engkaulah Tuhan.” Jadi, ketika berlutut di depan tabernakel, apa yang kita katakan adalah, “Engkaulah Allah, bukan saya.” Itulah sikap kerendahan hati, sekaligus sikap dari tindakan kita. Itulah sikap dari komitmen diri kita sendiri terhadap pelayanan kepada Tuhan, dan yang saya maksudkan adalah kembali ke masa lalu, ketika para ksatria berjanji untuk melayani rajanya, apa yang mereka lakukan adalah mereka berlutut, secara hakikatnya mereka bertekuk lutut di hadapan raja sambil berkata, “Saya menjanjikan pedangku kepadamu.” Dan inilah yang saya pikir sebagai hal yang luar biasa dalam film “The Lord of the Rings,” ingat ketika mereka berada di Rivendell, dan mereka menemukan cincinnya, dan kita harus menghancurkannya di Mordor dan siapa yang akan melakukannya? Kemudian Frodo berkata, “Baik, saya akan melakukannya walaupun saya tidak tahu caranya. Saya tidak tahu bagaimana caranya ke sana.” Jika dia pergi sendiri, dia akan mati. Aragorn berlutut di hadapan Frodo dan berkata, “Jika dengan hidup dan matiku saya dapat membantumu menyelesaikan tugas ini, maka Anda memiliki pedang saya.” Dia berlutut. Jadi yang pertama adalah kerendahan hati, tepat di hadapan Yesus dalam Ekaristi.
Alasan kedua adalah “Saya siap melayani-Mu.” Apa yang Anda katakan ketika Anda berlutut ketika memasuki gereja dan ketika keluar dari gereja adalah, “Tuhan Yesus jika dengan hidup dan matiku, saya bisa membantu Engkau untuk menuntaskan tugas yaitu misi-Nya untuk menebus dunia, membawa terang ke kegelapan, membawa harapan kepada mereka yang putus asa, membawa pemulihan kepada yang hancur, maka Engkau mempunyai hidupku.” Jadi, yang pertama adalah gerakan ungkapan kerendahan hati. Yang kedua adalah gerakan untuk melayani,
Yang ketiga adalah gerakan kasih, pikirkanlah hal ini: dalam kebudayaan kita kapankan seorang pria muda akan berlutut di hadapan seorang wanita yang ia cintai? Yaitu ketika dia melamarnya, ketika dia berkata, “Bersediakah kamu menerima saya sebagai suamimu untuk seumur hidupmu?” atau “Bersediakah kamu memberi kehormatan bagi saya untuk menghormati dan mencintaimu untuk seumur hidupku?” Ketika Anda memasuki gereja dan meninggalkan gereja, ketika berlutut di hadapan Yesus dalam Ekaristi. Yang anda katakan, bukan hanya tindakan kerendahan hati dan tindakan melayani. Tapi juga tindakan kasih. Yesus, saya mengasihimu. Bolehkah saya mengasihimu dengan segenap hidupku? Ketika Anda berlutut, yang kita katakan, “Engkaulah Allah, bukan saya.” Apa yang kita katakan, “Yesus, jika dengan hidup atau matiku, saya bisa membantu Engkau menuntaskan misi-Mu menebus dunia, maka pergunakanlah saya.” Dan nomor tiga, Yesus saya mengasihimu. Biarkan saya mengasihimu segenap hidupku.
Jadi ketika kita mengetahui apa di balik gerakan-gerakan selama Misa, maka akan mengubah segalanya. Melakukan gerakan yang sama, namun bukan lagi melakukannya dengan gerakan saja, tapi melakukan gerakan yang bermakna.
Sumber: “3 Reasons Catholics Genuflect” dengan sedikit penyesuaian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar