Selasa, 23 Oktober 2018

5 Alasan untuk Tetap Mengikuti Misa sampai dengan Selesai

Oleh Suster Theresa Aletheia Noble, FSP.

Prosesi penutup sambil pemberian berkat oleh Kardinal O'malley (Sumber: aleteia.org)
Prosesi penutup sambil pemberian berkat oleh Kardinal O’malley (Sumber: aleteia.org)
Sebagian besar dari kita mungkin pernah satu atau dua kali melakukannya.
Kita langsung menuju pintu sambil menundukan kepala setelah menerima komuni, karena kita mempunyai suatu hal penting untuk dilakukan.
Kita berharap bahwa pastor dan teman-teman kita tidak memperhatikannya. Dan kemungkinan memang demikian. Namun, Seseorang memperhatikannya.

Sebagai seorang suster dari tarekat religius yang cukup sering berpindah-pindah di berbagai tempat, saya terkejut oleh perbedaan yang sangat drastis di beberapa paroki di berbagai wilayah di negara ini, dibandingkan dengan paroki-paroki lainnya. Saya berasal dari Oklahoma dan saya jarang melihat orang-orang yang meninggalkan Misa lebih dahulu. Saya pernah tinggal di California, dan di paroki tempat saya menghadiri Misa, orang-orang datang terlambat dan kadang-kadang meninggalkan Misa lebih awal. Saya sekarang berada di wilayah timur laut dan saya terkejut karena banyaknya orang-orang yang meninggalkan Misa lebih awal. Namun pola ini tergantung kepada parokinya. Hal ini menjadi fenomana yang menarik. Suatu insiden yang terisolasi yang tidak berkaitan dengan saya. Namun ketika setengah dari umat paroki yang “hilang” menuju tempat parkir sebelum lagu penutup selesai, hal ini membuat hati saya sedikit merasa sedih.
Kadang-kadang, saya ingin berlari kepada orang-orang yang berjalan dengan cepat keluar gereja langsung dari antrian komuni dan saya ingin menyalami mereka dan berkata, “Anda memiliki Yesus dalam diri Anda! Luangkan sedikit waktu untuk berbicara kepada Dia, bersyukur kepada Dia, dan mencintai Dia!”
Apakah perlu beberapa motivasi untuk tinggal sedikit lebih lama untuk menghadiri seluruh bagian Misa? Apakah Anda tahu orang-orang lain yang memiliki motivasi itu?
Inilah beberapa alasan mengapa saya tetap berada di sana sampai dengan Misa selesai, (selain fakta bahwa saya adalah seorang suster, dan akan menjadi skandal bila saya keluar setelah komuni di setiap Minggunya):
  1. Komuni itu tentang berkomunikasi: Ketika kita menerima komuni, kita menerima Yesus sendiri. Ketika kita makan dan pergi seperti mengunjungi seorang teman dan ketika dia mulai duduk dan hadir bagi kita, kita berdiri dan lari menuju pintu dan berteriak, “Senang sekali menghabiskan waktu dengan Anda, sampai jumpa minggu depan!” Komuni itu tentang berkomunikasi dengan Tuhan dan Penyelamat kita. Dalam rangka berkomunikasi secara spiritual, kita harus benar-benar menikmati waktu yang spesial ini bersama dengan Dia dan mengambil sedikit waktu bersama dengan Tuhan kita.
  2. Tidak baik untuk menjadi seseorang yang tidak sopan: Sebelum Misa di biara, kita mempunyai waktu setengah jam untuk hening dan merenungkan Injil. Kadang-kadang saya terlambat. Saya berjalan dengan cepat dengan kepala tertunduk, merasa malu kepada setiap orang yang melihat saya menyelinap masuk. Baru-baru ini saya menyadari bahwa motivasi saya untuk datang tepat waktu harusnya bukan untuk menghindari rasa malu, tetapi karena saya akan bertemu dengan Yesus. Mengapa kita lebih sering untuk memperhatikan reaksi orang lain daripada kita sendiri bersama Yesus? Kita mengira demikian, saya harus berlari karena banyak yang harus dilakukan, hal-hal yang begini dan yang begitu sedang menunggu saya! Tetapi kenapa begitu mudahnya bagi kita untuk pergi lebih awal dan datang terlambat ketika Sang Pencipta Alam Semesta sedang berharap bertemu dengan kita?
  3. Misa bukanlah aktivitas dalam daftar yang harus dilakukan (to-do list): Seringkali ketika saya melihat orang-orang keluar dari Misa, sepertinya mereka membubuhkan tanda dalam daftar aktivitas yang harus mereka lakukan dan mereka ingin menyelesaikan daftar-daftar itu. Kehidupan Kristiani bukan daftar yang harus dilakukan. Tapi sebuah undangan untuk berada dalam suatu hubungan dengan Allah. Jika kita pergi Misa karena rasa tanggung jawab, tentu saja kita mungin menghindari dosa berat, namun hampir tidak, alasan untuk menghindari dosa berat tidak memanggil kita ke dalam kehidupan rohani. Kita dipanggil untuk lebih dari itu. Kita dipanggil untuk memiliki hubungan, kekudusan, dan perubahan hidup.
  4. Pentingnya berkat penutup: Suatu hari di Hari Raya Perdamaian (Yom Kippur ed.), Zahkaria, ayah dari Yohanes Pembaptis, mendapatkan kehormatan untuk masuk ke tempat Mahakudus, dan pada hari itu malaikat berkata kepada dia bahwa dia dan istrinya akan memiliki seorang anak. Orang-orang banyak menunggu dengan sabar di luar untuk menunggu dia memberikan berkat setelah dia mempersembahkan ukupan. Ketika Zahkaria menjadi bisu karena dia tidak percaya pesan malaikat itu, tanpa adanya berkat yang diberikan semakin memperkuat rasa malunya dan tragedi kehilangan suaranya. Saya yakin orang-orang yang menunggunya itu pulang dengan sangat kecewa. Berkat itu berharga. Ketika seorang imam dengan tahbisannya ditunjuk Kristus, dia memberikan berkat penutup, dan kita diberkati oleh Allah sendiri. Jika Yesus berdiri dan bersiap-siap untuk memberikan berkat bagi kita sebelum kita meninggalkan Misa dan kembali ke dunia-Nya, apakah kita akan menunggu untuk berkat itu?
  5. Anda menerima rahmat yang lebih: Berdasarkan Katekismus, “Buah-buah Sakramen juga bergantung pada sikap hati orang yang menerimanya” (KGK 1128). Ada kekuatan dalam sakramen-sakramen dalam dan dari sakramen itu sendiri, namun seberapa banyak kekuatan itu menyerap ke dalam jiwa kita dan berperan dalam kehidupan kita, tergantung pada disposisi kita. Jika kita bergegas keluar dari gereja setelah komuni, kemungkinan disposisi kita tidak seperti bahwa diri kita itu secara sadar menghormati kenyataan yang luar biasa bahwa kita memakan Tubuh, Darah, Jiwa dan Keilahian dari Allah sendiri. Suatu hal yang berat. Dan suatu hal yang layak bagi kita untuk memiliki disposisi akan rasa hormat yang besar, jika hanya karena kita semua membutuhkan semua rahmat yang kita bisa dapatkan.
Diterjemahkan dari: aleteia.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar